Bunuh Cinta ini !

Bukankah dari awal aku merasakan kebahagiian ini? Bukankah dari awal aku merasa bahwa panggeran yang sering ku impikan dengan membangun masa depan yang indah itu telah ku temukan? Namun mengapa semua itu hanya ada dalam mimpi dan angan-anganku tentangmu ?

Mengapa dari awal ku biarkan cinta ini tumbuh dalam hati? Mengapa dari awal aku memanjakan perasaan ini ? Mengapa dari awal ku biarkan kau hadir mewarnai hidupku, membiarkanmu membawa hatiku tanpa aku berpikir bahwa suatu saat aku akan merasakan hempasan yang begitu dahsyat? MENGAPA ??

Tidakkah kamu mendengar dan merasakan hati ini berbicara , berbicara melalui batin? Setiap hari , bahkan setiap kali aku menuliskan tentangmu dalam ceritaku, menuliskan namamu dalam doa melalui sehelai kertas aku berharap Tuhan memberikan hal yang sama untuk kau rasakan, seperti aku merasakannya juga.

Wajarkah jika kali ini , aku meminta kamu membunuh cinta ini dalam hati ? Agar aku bisa bebas berjalan dan berlari sesukaku tanpa meninggalkan secercah bayanganmu. Dan membiarkanmu terbang meninggalkan sekeping hati ini ~ tanpa meninggalkan sakit dalam hati.

 

Penikmat Kepedihan

Panggil aku “penikmat kepedihan”.

Berulang kali mencoba menghapus bayanganmu dalam lara dan jiwa , namun semua terasa sia-sia. Terlalu menikmati kepedihan yang tercipta , terlalu. Bukankah ini memang harus kualami , karena perasaan ini tumbuh dengan seenaknya saja? Perasaan yang membawakan ku pada kepedihan yang (mungkin) dapat ku katakan indah dan menusuk? Bukankah begitu?

Aku benci dengan perasaan yang tak tahu diri ini. Aku benci bila harus bertemu denganmu setiap hari, dan aku masih memikul berat perasaan ini. Kamu tahu? Tak ada yang lebih sakit saat hatimu terlalu mendasar. Sudahlah, aku ingin kembali menjadi manusia yang tak pernah mencintaimu. Namun, apa daya aku sudah terlanjur menikmati kepedihan ini. Aku menikmatinya dengan senyuman simpul yang penuh arti.

Sebagai wanita, aku hanya ingin menyadari bahwa apa-apa yang lahir dimata menumpuk di dada, yang pada waktunya pun juga berhenti mencoba. Aku harus menghukum diri sendiri, karena telah berani mencintaimu secara diam. Jika suatu hati kamu bertanya , atau mungkin hanya sekedar mengingat; betapa besar cintaku padamu? Sebesar keberanianku mengungkapkannya ~ sebesar keberanianku mencoba menghapusnya di tengah perasaan yang selalu tumbuh walau (kadang) pedih.

Bukan mudah untuk seorang wanita mengutarakannya, bukan mudah juga untuk seorang wanita harus pergi dan meninggalkan sosok yang sudah terlanjur dicintanya. Ada sakit yang teriris di dalam hati, ada kepedihan yang sangat mendalam. Namun dinikmati sendiri. Jika suatu saat kamu masih melihatku dengan penuh cinta, ingatlah bahwa aku seorang wanita yang sangat menikmati kepedihan cinta yang berani mencintaimu dalam diam.